Wangi Melati

Sunday, November 25, 2012

Dilema antara Rok dan Celana

Kak Daya, Ketua Kohati Badko yang paling kusegani kala aku menjadi Ketua Umum, pernah berkata padaku:
"Perubahan paling besar Pera  selama jadi Ketua umum adalah, Rok nya".

Saat itu aku protes dan berkata: "Aduh..kakak...masa cuma sesimpel itu sih?". Si Kakak hanya tertawa kecil dan menegaskan lagi.."Ya memang IYA"
Entah bercanda atau serius sang Kakak itu, tapi kusadari ada yang perlu diulas dibalik ucapan itu.




Antara Rok dan Celana
Kedua jenis pakaian ini memang jadi pergulatan pemikiranku selama beraktifitas.
Di Medan khususnya, perempuan menggunakan Rok panjang dan Jilbab yang cukup lebar adalah simbol penyerahan dirinya terhadap Islam. Kesadaran atau tingkat minat perempuan muslim terhadap pengkajian Islam, dapat dilihat dari cara berpakaiannya. Dan menggunakan Rok adalah salah satu cirinya.

Tapi begitulah uniknya beraktifitas di HMI. Anda tidak akan dipaksa sehingga harus berubah total cara berpakaian anda ketika masuk HMI. HMI lebih menghormati proses kesadaran. Berubah cara berpakaian juga memerlukan proses. Ketika aku masih baru masuk HMI, masih ada beberapa staf ketua bidang perempuan yang belum memakai jilbab. Tapi lihatlah ketika mereka menyelesaikan ke pengurusannya. Jilbab dan Rok dikenakan oleh seluruh pengurus yang HMI-wati. Dan tak lekang pasca kepengurusannya. Proses ke pengurusan benar-benar memberikan perubahan. Gaya berpakaian saja bisa berubah, apa lagi pemikiran. Begitulah yang terpancar dari setiap periodesasi di komsiariatku, Fakultas Teknik.

Nah...sebuah kesempatan aku bisa beraktifitas ke tingkat cabang. Disana Kohatinya begitu manis, berjilbab dan rok lebar. Egoku sebagai anak teknik, masih terbawa. Celana panjang adalah keseharian yang tak ingin kulepas. Jenis celana berbahan kain bukan Jeans. Aku tak suka memakai jeans karena mencucinya begitu merepotkan..berat. (hehe...memang mencuci pakaian adalah pekerjaan yang paling menyebalkan bagiku). Selain itu, kesan memakai jeans..lebih menonjolkan sikap perlawanan. Aku kurang suka, pakaian bagiku harus efisien. Jeans terlalu berat untuk beraktifitas. Itulah sebabnya antara Rok dan Celana jeans, aku lebih gandrung menggunakan celana panjang berbahan kain.

Bukannya aku anti memakai rok, tapi memang pakaian ini praktis untuk bergerak cepat, mengendarai sepeda motor tanpa khawatir tersingkap oleh angin, selain itu tugas kuliah yang kadang-kadang menuntut manjat-memanjat gedung untuk di survey. Jadilah aku membedakan diri dari pengurus kohati lainnya, dengan celana panjang dan sekali-kali tabung gambar di punggung ku. Khas anak teknik. Dan aku bangga.

Lalu ada tahap dimana aku harus berubah, tepatnya harus mampu menempatkan diri.
Memang saat menjadi Ketua Umumlah hal ini paling terasa dalam alam sadarku. Kegiatan eksternal Kohati, menuntut tugas ketua umum hadir sebagai simbol organisasi. Dan Rok memang jenis pakaian formal bagi perempuan. Perempuan dengan celana panjang cenderung dianggap kurang menghargai, bukan pakaian resmi perempuan. Entah kenapa lama-lama aku merasa minder jika kebetulan hadir dengan menggunakan celana panjang saat pertemuan organisasi-organisasi perempuan. Sudah merasa tidak nyaman. Akhirnya kurubah cara berpakaian ku. Toh...pakaian adalah selembar kain. Akulah yang harus mengendalikan pakaianku, bukan sebaliknya.

Memanglah berbeda pengaruh yang terasa ketika menggunakan rok dan celana. Rok cenderung memberikan kenyamanan dalam nuansa feminim. Lebih lembut dan elegan, tidak terburu dan ada wibawa disitu.
Begitulah aku dimasa jadi ketua umum. Rok menjadi keseharian ku. Untuk pelengkapnya, sepatu dengan hak sedang agar lebih berwibawa dalam berjalan. Kaus kaki tentu saja tak bisa dilepaskan. Sepatu tanpa kaus kaki seperti memamerkan keseksian bagian kaki. Juga kesan tak formal menjadi muncul lagi.
Seorang teman instruktur bilang, "Bersepatu tanpa kaus kaki sama saja dengan kaki kuda".

Dua tahun menjadi ketua umum, selama itu pula aku membiasakan diri dengan cara berpakaianku. Nyaman rasanya ketika orang lain lebih menghormati kita karena cara berpakaian.

Lalu usai dari jabatan ketua umum, perlahan aku harus merubah lagi keseharianku berpakaian. Kali ini memang tuntutan pekerjaan yang menuntut gesit. Memakai rok saat mengawasi rumah-rumah yang sedang dibangun aku akan sibuk menjaga rok dari kaitan paku kayu, dari pada menjalankan tugasku. Maka Celana panjang jadi pilihanku kembali.

Tetap aku menggunakan Rok, pada saat-saat jenis pakaian ini memang dibutuhkan, atau karena ingin merasakan sensasi feminimnya kembali. Saat acara resmi, pengajian, atau saat ketika adik-adik memanggil kembali menjadi pemateri. Aku akan seupaya mungkin menggunakan Rok.
Seperti Dokter dengan jas putihnya, Sepeti tukang las dengan pakaian lasnya, seperti PNS dengan seragam dinasnya...seperti itulah pakaian digunakan. Gunakan pada tempatnya, agar kita lebih di hormati karena kita juga menghormati tempat kita berada, dan tentu saja..yang utama harus sesuai rambu-rambu berpakaian yang telah ditegaskan Al-Quran.

*****
aih...kakak...aku tetap gak terima, kalau perubahan terbesarku selama jadi ketua umum cuma sekedar Rok.

No comments:

Jejak Kohatiku