Wangi Melati

Monday, April 11, 2011

Tentang Seorang teman

Apa sebenarnya yang kau cari teman?

Itulah pertanyaanku sejak kita mulai bersahabat dan bertemu sapa lebih sering dalam kepengurusan organisasi. Kadang kuulang pertanyaanku ini, dalam rangkai kata indah maupun pedas. Kau tetap saja memberi jawaban mengambang bagiku. Semua mengarah pada kesimpulan: NIHIL.

Kuliah terlantar, pekerjaan luntang-lantung, kekasih tak satupun yang ada. Dari segi manapun dalam penilaian sosial, kawan, kau tak masuk ukuran sukses. Oooh..mungkin aku terlewat satu ukuran, yaitu ukuran idealisme dalam perkaderan. Begitulah kebanyakan kader-kadermu memberikan persepsi tentang pengabdianmu yang dianggap putih suci bagai melati dan tanpa pamrih.

Awalnya aku mengira seperti itulah dirimu, seperti kebanyakan para Junior memandangmu. Tapi perlahan aku meragukannya. Apa yang kau lakukan sama sekali bukan lah sebuah perkaderan. Yang kau lakukan adalah penghambaan pada senioritas. Dan dirimu lah yang dihamba itu. Semua persoalan harus mendapatkan jawaban restu darimu.

Aku adalah orang yang sering menentang mu bukan? meskipun sering kali pula kita sejalan dalam memandang sebuah persoalan dalam kepengurusan dulu. Mungkin karena itulah sering kali kita sangat dekat, tapi kadang selalu berdebat dan adu keras kepala. Tapi bicara perkaderan, aku selalu sangat berbeda gaya dengan mu. Kalau aku pernah merekomendasikan untuk meresufflemu dari jajaran pengurus masa itu, adalah karena marahku pada pola perkaderan yang kau terapkan.

Sama sekali tidak mendidik, stagnan dalam metode, mengajarkan penghormatan berlebihan pada senior, dan yang utama adalah tidak ada regenerasi. Itulah sebabnya, meski dirimu menjabat posisi kabid Internal, tak satupun cabang daerah yang mengalami peningkatan secara kualitas maupun kuantitas.

Dulunya aku begitu beradaptasi pada dirimu. Mencoba memahami apa adanya dirimu. Menyesuaikan kelebihan dan kekuranganmu pada tempatnya. Jadilah kita sahabat yang berkolaborasi dengan kompak. Sampai....pada hari-hari belakangan ini.

Sungguh sekarang aku sangat marah padamu. Marah yang lebih marah dari marahku pada mu saat kita masih di kepengurusan. Kau ingat saat itu aku nyaris membuatmu tercopot dari kursi empukmu yang kau lapukkan itu. Kali ini, marahku membuatku berharap kau benar-benar terhapus dari organisasi tercinta ini. Lepas semua akar-akar busuk yang kau tancapkan. Dan kelak namamu terhapus sama sekali dari sejarah pelaku perubahan organisasi. Kau hanya perusak..dan hanya perusak.

Tapi hai kawan lama...jangan kau takut. Aku takkan melakukan hal sekeji itu padamu. Aku tak kan sanggup melakukan hal-hal mengerikan seperti itu. Akarku telah kulepas sejak aku menyatakan alumni dari lembaga ini. Siapa yang akan melakukannya...sebenarnya hanya dirimu sendiri.

Kalau kau merasa terusik karena hadirku di Salah satu Forum Tertinggi baru-baru ini, itu adalah sesuatu yang harus kulakukan untuk menjaga tanaman yang pernah kusemai dulu, yang saat ini hendak berbuah ranum. Sempat kulihat akar busuk mu hendak mencemarinya, racun di ujung lidahmu hendak mematikannya. Aiih...tentu saja aku tak rela. Sudah saatnya panen, kau pula hendak menggagalkannya. Maka aku harus hadir menjadi perisai. Menjadi kuda perang di garis depan.

ha..ha..ha...aku tau kau begitu marah disana. Marah karena kalah. Apa boleh buat kawan. Pertempuran ini menuntut hadirnya satu pemenang. Dan kali ini kau harus hadapi kenyataan. Kalah.



No comments:

Jejak Kohatiku