Wangi Melati

Thursday, December 25, 2008

Memoria para Sekjend ku (1)


Para adik Kohati sering mengungkapkan kekaguman mereka tentang kedekatanku dengan Sekretaris Umumku. Karena nyaris selalu terlihat berdua, bahkan pasca kepengursan. Adik-adik yang sedikit jahil, malah memelintir kekagumannya dengan kecurigaan bahwa aku dan sekum ku adalah pasangan homoseksual. Kalau sampai disini, ku jewer lah anak itu.

Kutuliskan pengalamanku ini, untuk mengenang mereka. Sungguh tak habis pikir aku, jika menjadi ketua umum tanpa dampingan mereka. Pada adik-adik Kohati selalu kuingatkan, jangan jadikan Sekum sebagai musuh politik. Sekum bagai tangan dan kakimu, teman seia sekata. Saat menentukan Sekum, tentukan dengan pertimbangan matang betul, bahwa dia akan menjadi mitramu sampai akhir kepengurusan, yang lebih tau seluk beluk kepengurusan sebenarnya daripada pengurus yang lain, yang paling paham dan mampu mendukung ide-idemu terealisasi. Sekum adalah orang kedua setelah ketua Umum. Bagai Ibu dalam kepengurusan.

Maka inilah rekamanku tentang Sekretaris Umumku:

Aku punya 2 sekretaris umum, biasa ku sebut Sekjend, singkatan dari sekretaris jendral, biar lebih terdengar keren dan berwibawa. Panggilan itu bentuk penghargaan ku setinggi-tingginya atas kesetiaan mereka bahu membahu, suka dan duka selama menjabat pengurus.

Sekjend ku yang pertama bernama Nurmaulina Lubis, atau Lina. Dia berperan besar pada kemenanganku sebagai ketua umum. Tamatan Syariah IAIN-SU, bergandengan dengan tamatan Teknik USU, dua komisariat yang dalam pergelutan politik di HMI cabang Medan, sering sekali menjadi seteru. Kami berdua, malah berkolaborasi saling memenangkan dan berkarya di Kohati badko Sumut.

Masa-masa bersama Lina, satu semester kepengurusan adalah masa-masa melarat. Konflik yang terjadi akibat persaingan politik pasca Musda terpilihnya aku, konsolidasi pengurus dengan berbagai karakter, Persoalan ekonomiku secara pribadi yang sedang morat-marit merintis karir sebagai arsitek, dan Lina sendiri luntang lantung berjuang hidup di perantauan Medan, pasca kesarjanaanya yang menganggur.
Luwesnya Lina dalam lobi melobi, banyak membantu kekakuanku dalam membangun jaringan. Aku banyak belajar darinya. Lina adalah Guru keduaku dalam berkomunikasi setelah Mbak Yuyun.

Lina ini paling rewel dengan penampilanku. Aku harus pakai sepatu ber-hak yang paling kubenci. Kebayanglah, jika aku pakai sepatu rata saja masih bisa keseleo apalagi dengan sepatu hak tinggi. Tapi ya, aku harus menurut juga. Penampilan harus kujaga, meski melarat masa itu, aku tak ingin orang langsung merendahkan diriku sebelum tau kualitas diriku, hanya karena lembaran kain sepatu yang bisa kuganti-ganti.
Maka, aku biasakan memakai sepatu hak 5 centi, sesekali memakai jas yang feminim, dan warna baju rada gelap.

Tak ada kegiatan besar selama satu semester bersama Lina. Tentu karena krisis moneter kepengurusanku. Semuanya sedang dibangun. Tapi Aku dan Lina sering turun kedaerah, mengisi materi ke-kohatian di LK-I, menghadiri undangan diskusi mereka. Entah dari mana datangnya uang, selalu saja ada tepat untuk kegiatan ini.

Lina mengundurkan diri dari kepengurusan karena Menikah dan tinggal di kampungnya. Dia menyerah juga dengan kerasnya hidup di Medan, dan meninggalkan rasa bersalah padaku, karena tak mampu membantu banyak dalam persoalan kehidupannya di Medan. Stres benar aku, karena bersamaan dengan menikahnya dia, para ketua umum kohati yang baru demisioner juga pada nikah. Pada kawan-kawan masa itu, Aku sering latah dan berkata, "Sepertinya proyek kerja ku adalah menghadiri pernikahan kohati se-Sumut deh".

Pusing tujuh keliling aku mencari penggantinya. Saat itu aku tak melihat ada yang bisa menggantikan Lina. Keliahaiannya dalam administrasi, membawa rapat-rapat dan keluwesannya melobi. Imam, ketua umum badko ku masa itu, menyarankan satu nama : Ira. Aku cuma bisa diam penuh pertimbangan dalam beberapa hari.

Saat ini Lina, menjadi kepala desa di kampungnya, Dolok Marsihul, Kabupaten Serdang Berdagai. Lina menjadi salah satu kepala desa di Sumut, terpilih melalui sistem demokrasi. Pendidikan Politik yang di asahnya di Kohati, benar-benar tak bisa lekang. Salut benar buat Lina.

No comments:

Jejak Kohatiku