Wangi Melati

Saturday, October 04, 2008

Saatnya berbicara Porno....

Posting sebelumnya memang sengaja memuat perbandingan antara pro dan kontra RUU Pornografi ini,
Nah berikut adalah opini ku tentang RUU yang menggeliat tepat disaat Minyak dunia di berbagai negara terjadi penurunan harga kecuali di Indonesia (dan anehnya tak ada yang bicara penurunan harga BBM).

Dulu, masa di ku masih pengurus KOHATI, memang aku pernah menjadi penggiat dalam menggol kan RUU APP. Mengumpulkan kawan-kawan untuk memberikan masukan ke Biro PP, kemudian, mengumpulkan tanda tangan dukungan. Tak hanya tingkat sumut, tapi tingkat Nasional aku suntik untuk melakukan pengumpulan tanda tangan dukungan, kemudian di kirimkan ke DPR-RI. Badko yang ikut serta, adalah Kohati Badko HMI Sumut, Riau, Jabotabeka, Jawa barat.
Tahun itu adalah tahun 2005, bulan Agustus di Jakarta.

Sekarang aku punya pandangan sendiri terhadap RUU ini. Tentunya setelah sedikit serius membaca RUU yang katanya sudah di revisi ulang. (sumber RUU nya klik disini)

Tanggapanku adalah:
RUU ini hanya punya semangat tapi lemah penyusunan undang-undang.
Meski aku bukanlah orang hukum, tapi terbaca jelas ketimpangan RUU ini.

1.Ada pasal yang tidak logis dan saling bertentangan dalam undang-undang ini, terutama dengan pasal 3, point B, yang menjadi tujuan RUU ini. Tak menutup kemungkinan ada pasal bertentangan dengan undang-undang lain tapi belum sempat kubandingkan.

Pasal tersebut yaitu:

Pasal 6
aku pikir kata membuat perlu di revisi karena bersifat sangat privasi. tak mungkin negara bisa mengawasi sampai ke proses pembuatan di individu.

pasal 47
Ini pasal paling potensial yang justru melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang jadi objek pornografi

pasal 31 tidak sinkron dan tidak mengakomodir pasal 3 yang menyatakan tujuan RUU ini adalah:
memberikan perlindungan, pembinaan, pendidikan moral dan akhlak kepada masyarakat serta kepastian hukum yang mampu melindungi setiap warganegara, terutama anak dan perempuan dari eksploitasi seksual
Tidak ada pembinaan dalam bagian ketentuan pidana maupun pasal-pasal lain UU ini. kecuali untuk anak (pasal 18).

2. Ada Tunpang tindih dengan KUHP yang telah lebih dulu memuat aturan pornografi secara lebih detail.
Setahu saya, dalam proses pengadilan cenderung menggunakan KUHP, dan lagi dalam KUHP lebih jelas dan detail batasan pornografi dibanding RUU ini sendiri. Sanksi hukum dalam RUU ini yaitu di "pengasingan di daerah terpencil" membingungkan. Aku baru tau ada hukuman seperti ini. klo begini, maka akan lebih jelas sanksi hukuman di KUHP.

3. Ada istilah baru yang tidak di jelaskan dalam penjelasan Undang-undang ini.
Istilah tersebut adalah:
Ponoaksi (pasal4)
daerah terpencil (pasal 31-pasal50)

Mengomentari ketakutan penulis blog pendukung RUU ini, yaitu :

Mereka para pengusaha industri sex yang merasa dirugikan dengan diudangkannya
RUU APP.

Sepertinya salah besar deh...KUHP sudah lama ada untuk menyelesaikan Ponografi di negara ini. Masalahnya adalah Penegakan hukum negara kita memang lemah. Nah ..jika menggunakan RUU yang lemah ini bukankah penegakan hukum juga semakin lemah?,
karena RUU ini sendiri sangat lemah dalam dengan uraian diatas.
Ditambah dengan uraian penjelasan RUU ini yang justru menimbulkan banyak persepsi.(yaitu perbedaan pornografi dengan seni)

Selain itu pula, jika mengacu pada Pasal 47, jelas sekali yang menjadi korban jika RUU ini di sahkan adalah perempuan dan anak bukannya industri sex.isinya sbb;

Setiap orang yang menjadi obyek atau model media yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000, - (lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun


Yang membuat pasal ini, pastilah menganggap bagian tubuh perempuan adalah hal yang tabu, dan berdosa. Anehnya yang disalahkan adalah perempuan yang memiliki tubuh,bukannya mata yang melihat,menikmati, kemudian menyelewengkan keindahan ciptaan Allah tersebut. Pasal ini harus nya tidak ada tapi lebih menghukum kepada si penikmat(ilegal) dan pendistribusi.

Nah..jikalah benar, RUU ini di usung oleh orang-orang Islam....
Wadduh..plis deh..jangan ngaji aja.
Belajar membaca dan menulislah,
masa bikin undang-undang malu-maluin begini.

2 comments:

Anonymous said...

Tanggapan :
Ini sekedar tanggapan sayang sekali jika anda dulu yang mendukung bahkan sampai mengumpulkan tanda tangan entah apa yang terjadi ternyata sekarang anda malah termasuk barisan yang menolak. Sangatlah tidak adil jika anda tidak membaca secara menyeluruh isi pasal hanya potongan dari masing-masing ayat. Seperti pasal tiga :
Pasal 3
Pengaturan pornografi bertujuan:
a. mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;
b. memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;
c. memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
d. mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

Pertanyaan saya mana yang bertentangan ?
Pasal 6
Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.
LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau
e. alat kelamin.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:
a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.
Tanggapan : Memang pemerintah tidak mungkin melakukan pengawasan sampai proses pembuatan di individu karena itu ada pasal pencegahan (pasal 18-23) tidak Cuma pemerintah yang melakukan pengawasan tapi masyarakat juga di minta melakukan pengawasan. Dan namanya pasal pencegahan memang di maksud untuk mencegah supaya tidak ada individu yang melakukan hal yang di sebut dalam pasal 4
MAAF mb RUU yang sekarang hanya sampai pasal 44 engga ada tuh pasal 47 pakainya dreaft yang mana ya ????
Pasal 31
Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 18
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.
Lihat lagi pasal 3 Mba
Pengaturan pornografi bertujuan:
e. memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;
JELAS BANGET pasal 31 (30-39 sanksi bagi pelaku pornografi) ini adalah pasal yang isinya sanksi bagi para pelaku pornografi, pengaturan pornografi salah satu tujuannya adalah melakukan pembinaan dan pendidikan terhadap moral masyarakat bukan pembinaan terhadap pelaku pornografi mereka berbuat kemudian di bina, tidak seperti itu.

POIN 2
Maaf Mba dalam KUHP tidak ada kata pornografi yang ada kesusilaan

KUHP:
281:Barang siapa merusak kesopanan ancaman 2 tahun 8 bulan penjara, denda Rp. 4.500,00

282:Barang siapa menyiarkan, mempertontonkan, membuat, mengirim langsung tulisan, gambar atau barang itu diancam pidana 1 tahun 4 bulan, denda Rp. 45.000,00

283: Barang siapa menawarkan, mempertunjukkan kepada orang yang diketahui belum berusia 17 tahun gambar yang menyinggung kesopanan, hukuman 9 bulan, denda Rp. 9.000,00

Yang dimaksud dengan kesopanan dalam KUHP adalah: bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba kemaluan wanita, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria.

KUHP mengatur kesopanan dan kesusilaan (yang sebetulnya parameternya sangat tidak jelas)

Definisi tentang pornografi yang komprehensif dan lugas hanya ada di RUUP pasal 1.

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

Poin 3
Sekali lagi maaf pakai draft yang mana ya? karena tidak ada kata porno aksi apalagi daerah terpencil
LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat:
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau
e. alat kelamin.
(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:
a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;
c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

MAAF Masalah pornografi yang mana yang anda tahu sudah di selesaikan????? Sebutkan satu kasus ini pengakuan Kombes Polisi Drs. Anton Charliyan, MPKN – Kepala Unit 3 Dit I Bareskrim POLRI (makalah “penegakan hukum dalam memerangi pornografi-pornoaksi” 03 Mei 2006)
• Parameter pornografi tidak jelas ukurannya
• Umumnya kasus pornografi putusannya ringan
Kendala yang dihadapi penyidik :
• Belum ada batasan kepastian hukum tentang pengertian pornografi
• Belum disahkannya UU Pornografi

Dalam sistem hukum nasional tidak dikenal delik pornoaksi dan pornografi. Delik pornoaksi dan pornografi digolongkan sebagai tindak pidana melanggar kesusilaan (zedelijkheid), yaitu yang khusus berkaitan dengan seksualitas.
(Komjen Pol. Drs. R. Makbul Padmanegara – Kabareskrim Polri; 2006

Kembali ke atas KUHP mengatur kesopanan dan kesusilaan (yang sebetulnya parameternya sangat tidak jelas)

Definisi tentang pornografi yang komprehensif dan lugas hanya ada di RUUP pasal 1.

Tidak ada pasal 47 (anda nih terus melakukan kesalahan yang sama sebenarnya udah baca atau karena titipan ni ??????)
Yang anda maksud pasal mungkin pasal 36
Pasal 36
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pendapat anda :

Yang membuat pasal ini, pastilah menganggap bagian tubuh perempuan adalah hal yang tabu, dan berdosa. Anehnya yang disalahkan adalah perempuan yang memiliki tubuh,bukannya mata yang melihat,menikmati, kemudian menyelewengkan keindahan ciptaan Allah tersebut. Pasal ini harus nya tidak ada tapi lebih menghukum kepada si penikmat(ilegal) dan pendistribusi.

TIDAK ADA KATA PEREMPUAN ATAU BAGIAN TUBUH PEREMPUAN SEPERTI YANG ANDA MAKSUD jadi PASAL INI TIDAK MENJERAT PEREMPUAN TAPI MENJERAT SIAPA SAJA DAN DARI JENIS KELAMIN APA SAJA YANG MENJADI OBJEK ATAU MODEL PORNOGRAFI di kenakan sanksi seperti diatas.

Saya dan teman-teman (Bukan Cuma orang Islam loh, Kristen , hindu, Budha, Konghucu dll) dan saya muslim saya tidak Cuma mengaji tapi juga membaca syahadat, sholat, puasa, zakat haji saja yang belum Insya Allah akan. Sekarang lagi belajar menulis.
Psiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit. Lain kali kalu nulis sumbernya yang jelas ya
Thanks
Peace

Fera

peranita said...

Thanks…Koment yang saya tunggu2 neh..

Pertama,
Tanggapan Mbak cukup banyak membandingkan dengan sumber RUU yang berbeda dengan RUU yang saya kritisi.
Saya sejak awal sudah buat LINK sumber RUU yang saya ambil. Coba Mbak klik saja. Memang bukan situs resmi yang untuk menyiarkan RUU, tapi paling tidak rujukan saya, saya sertakan dalam tulisan ini. Sayang sekali Mbak Fera tidak melampirkan rujukan RUU yang jadi acuan Mbak, jadi saya tidak bisa menganalisa RUU pornografi mbak. Tulisan saya ya...sebatas membahas RUU yang jadi rujukan awal saya. Jadi tentu saja tidak sesuai dengan Mbak, karena rujukan kita memang berbeda.
Setahu saya Situs Resmi DPR yaitu dor.go.id, sampai saya menulis komentar balasan ini, masih memajang RUU anti ponografi dan pornoaksi. Jadi saya tidak tahu harus melampirkan dari mana lagi RUU yang akan di sahkan nantinya.
Saya juga tidak punya cara lain untuk mendapatkannya, apalagi memastikan RUU itu benar-benar resmi. Apa Mbak punya?kenapa tidak di share sekalian disini?.
Pertanyaan ini juga untuk anggota DPR yang menggodok RUU ini tapi tak melakukan sosialisasi yang matang. Bahkan untuk sosialisai di internet yang mudah dan murah pun susah mereka lakukan. 

Kedua
Saya Cuma meralat bagian ini karena cukup menggangu, tapi Di catat lo..yang saya gunakan rujukan saya bukan yang ada di rujukan Mbak.

pasal 31,
(1)Setiap orang yang membuat pornografi ringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000, - dst........
Maka bisa jadi ada orang yang tidak menyadari bahwa dia melakukan pornografi dan bisa di jerat hukuman.

Pornografi ringan adalah segala bentuk pornografi yang menggambarkan secara implisit kegiatan seksual termasuk bahan-bahan yang menampilkan ketelanjangan, adegan-adegan yang secara sugestif yang bersifat seksual atau meniru adegan seks.


Ketiga,
Sejujurnya komen mbak menambah wawasan. Seolah Mbak telibat dalam penggodokan RUU ini dan bukan sekedar kumpul2 tanda tangan tanpa tahu isi RUU ini benar-benar dapat di gunakan atau tidak, yang bergerak lugu karena modal semangat doank.
Jika lah memang Mbak punya kemampuan dalam menggodok RUU ini, bukannya seperti saya yang cuma bisa bersuara di rumah blog saya yang sederhana dan sepi pengunjung ini.
Saya titip pesan saja.
Terlalu banyak undang-undang yang cuma jadi pajangan dan jadi alat untuk kepentingan kelompok tertentu.
Biasanya UU pajangan itu terjadi karena satu hal penting:
Tidak di pahami penggunanya, yaitu masyarakat luas.
Bahkan parahnya, tidak di pahami oleh banyak penegak hukum.
Saya pesimis RUU ini bisa begitu detail untuk menghindari miss persepsi dan di pahami masyarakat luas. Untuk sosialisasi di dunia maya saja sulit, bagaimana bisa mendapatkan masukan untuk penyempurnaan RUU ini.

Keempat dan inilah sebenarnya keresahan saya, bukan detail-detail pasal yang susah di mengerti ntuh...

UU pornografi ini idealnya adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat. Bukan menghakimi. Maaf statement saya diatas tanpa rujukan, tapi murni pemikiran saya.
Bahwa RUU pornografi lebih tepat jika adalah mengatur institusi(sekelompok orang dalam naungan lembaga/badan usaha) saja.
Persoalan individu, adalah wilayah pendidikan keluarga, dan agama. Jika UU ini memasuki wilayah individu, sebenarnya menunjukkan bahwa institusi keluarga dan agama tidak mampu lagi membendung kerusakan moral bangsa. Tidak adil jika individu di jewer dengan hukuman ini itu, sementara institusi (media, industri busana dll) telah mengakar dan begitu bebas mencekoki kehidupan budaya kita sejak lama.

Jika memang semangat dari RUU ini adalah pembinaan moral bukannya penghukuman, seperti yang saya tangkap setelah membaca RUU ini Maka pelaku dalam wilayah individu idealnya adalah pembinaan. Dan pembinaan bukan di wilayah pencegahan saja, tapi juga di wilayah penanganan pelaku dan korban.

Sekali lagi, itupun jika semangat sesungguhnya RUU seperti yang juga mbak sebutkan, Pasal 3 (terutama ayat a dan b).
Menghukum bukanlah tujuan utama tujuan ini bukan?.

Penekanan saya untuk point keempat komentar balasan saya:
Saya tidak tahu RUU yang ada pada Mbak
Tapi jika membaca RUU yang saya gunakan, sangat mudah di interpretasikan untuk menjerat individu bukannya kapitalis yang selama ini menarik keuntungan dari pornografi ini.

Bisakah RUU-Mbak Fera, tidak terjebak mengurusi kasus-kasus individual saja?, sementara mesin pencetaknya terus menerus merekrut korban dan pelaku pornografi untuk di pasarkan ke masyarakat yang sakit ini.

Salam MERDEKA!!!!!!!

Peranita Sagala
NB: Akan lebih bertanggung jawab, jika Mbak Fera melampirkan Link email dan RUU rujukan Mbak.

Pasal 3
Pengaturan pornografi bertujuan:
a. mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;
b. memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;
c. memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan
d. mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

Jejak Kohatiku