Wangi Melati

Thursday, February 25, 2010

Catatan Seorang Kader Kohati


Aku sudah bersiap menyimpan semua pengalamanku tentang LKK dalam hard disk notebook ku. Ku CD-kan dan ku bagi hanya pada yang berminat dan bisa bertanggung jawab. Tapi ternyata itu tak cukup. Kekhawatiranku yang selalu menghantuiku selama mengelola adalah: Apakah yang kulakukan ini akan bermanfaat?. Apakah kinerjaku yang baik-baiknya akan diteruskan oleh adik-adikku, kader-kaderku?.

Dan aku juga tak pernah ingin mendominasi perkaderan LKK, menjadi guru yang selalu dijadikan acuan dalam perkaderan seperti kecenderungan para Instruktur senior di HMI cabang Medan. Sekalipun tidak!. Kohati selama ini sebagai tempatku belajar, bereksperimen dengan berbagai pola training, kuharap kohati yang seperti ini jugalah yang akan di jalani adik-adik ku. Dengan demikian aku yakin, Kohati akan dinamis, dan selalu tanggap dengan persoalan perempuan yang tak pernah selesai ini.

Bisa jadi sikapku ini terbentuk karena kemuakanku pada perkaderan di HMI cabang Medan yang merasa paling hebat, paling unggul diantara perkaderan cabang yang lainnya. Faktanya aku tak pernah melihat kader-kader cabang Medan adalah kader yang memberi warna secara nasional di HMI. Egois, dan merasa besar sendiri. Setiap momen kongres, tak memiliki konsep perubahan bagi HMI, tapi terjebak pada permainan suksesi kemenangan kandidat.
Perkaderan kah yang membentuk mereka seperti katak dalam tempurung itu???. Kalau memang berpegang teguh pada HMI sebagai organisasi perkaderan, maka jawabnya adalah YA...Perkaderanlah yang membentuk kader cabang medan seperti saat sekarang ini.

Karena tak bisa aku berbuat banyak dalam perkaderan HMI cabang Medan, maka kukerahkanlah energiku di Kohati. Meski di cemooh karena pemberdayaan perempuan memang selalu dihadang dengan sikap kaum perempuan yang cengeng dan manja, merasa cukup menjadi pendamping laki-laki saja. Kadang aku pun terjerembab tanpa ada tempat untuk berbagi, apalagi mendapatkan bantuan ketika menghadapi kegagalan dan kegagalan lagi. Satu periode, ada harapan muncul kader yang memiliki semangat melakukan perubahan, tapi seringkali hanya sesaat dan lenyap berganti dengan kader pragmatis, yang tak tau malu dengan jabatannya tanpa berbuat apapun di kepengurusannya.

Beberapa tahun keluar dari kepengurusan, dan tetap terhubung dengan sistem perkaderan HMI_(Bersyukur aku dengan keInstrukturanku yang seperti teropong yang menghubungkanku dengan HMI)_ Akhir-akhir ini aku semakin merasakan buah manis jerih payah dulu. Begitu banyak kader Kohati yang dulu pernah kukader yang kemudian bergelut di ke instrukturan, melihat perkembangan kohati cabang langkat (kohati cabang yang paling intens kubina) yang tetap eksis di tingkat Sumatera Utara. Kohati, meski teseok-seok, tapi tetap berupaya untuk hidup dan tumbuh. Aku bersyukur...mereka terus berjuang. Aku merasa...Alhamdulillah, aku berhasil.

Tak perlulah kutunjukkan pada kawan-kawan yang dulu menganggap remeh aktifitasku di kohati melihat hasil jerih payahku saat ini. Bahkan mungkin saja kader-kader yang ada sekarang tidak menyadari, ada peranku di belakang proses mereka menjadi seseorang di HMI. Dalam catatan kehidupanku, aku mensyukuri setiap proses yang masih mereka nikmati di HMI, dan aku makin kukuh percaya, tak ada yang sia-sia jika berusaha dengan sungguh-sungguh.

Dimanapun wadahnya, sekecil apapun organisasinya, serusak apapun orang-orangnya. Justru di tempat kecil kita bisa berbuat sesuatu yang besar. Justru di tempat kotor kita dibutuhkan untuk membersihkan. Justru di perkaderan yang lemah kita bisa memperbaiki perkaderan.

Inilah mengapa aku tetap di Kohati, meski amatlah mudah dan bergengsi bagiku untuk duduk di HMI di masa itu. tapi..bagiku
Jabatan bukanlah untuk kewibawaan, tapi peluang untuk mampu berbuat perubahan. dan di Kohati aku di beri kenyamananan, keluangan untuk berbuat lebih banyak daripada di HMI. Itu saja.

No comments:

Jejak Kohatiku