Wangi Melati

Wednesday, August 06, 2008

Palembang bergolak sampai ke Medan

Kongres adalah ajang puncak dinamika di HMI. Semua urusan organisasi di godok kembali disini. di review kembali disini.Dan di lahirkan kembali disini. Sebagai pedoman acuan berorganiassi selama dua tahun kedepan.
Tentunya jika pengurus membacanya hasilnya.
Aku tak bicara soal isi AD ART, dan mumetnya sidang-sidang di Kongres.
Meski di disanalah esensi perubahan HMI bermula, tapi pertarungan politik kekuasaan lebih mendominasi.
Sama dengan suasana kongres tersebut, tulisan ku kali ini juga perihal pertarungan politik itu.

Saat kandidat mencoba mengumpulkan suara cabang untuk kemenangannya, sering kali terjadi tawaran money politik.
Saat ini, ke intelektualan, kemampuan menunjukkan komitment kedepan menjadi penerima mandat organisasi, bukanlah alat ukur yang utama.
Yang utama adalah, sejauh mana kandidat memiliki kekuatan dana. Kekuatan dana di peroleh dari,aktor yang memiliki kepentingan terhadap HMI ke depan.
Aktor ini biasanya adalah pejabat/politisi nasional yang ingin menyetir HMI untuk kepentingannya. Ketua umum HMI adalah pionnya dalam politik ke depan.

Cabang yang punya hak untuk memilih sebenarnya tak sangat jarang memiliki kemerdekaan untuk memilih. Ada pengaruh ataupun keterlibatan senior disini. Senior ini adalah penghubung antara cabang dengan sang aktor. Sang aktor entah kelebihan uang,atau memang tak punya akuntan dalam mengucurkan dana, terkadang dana yang dialirkannya untuk kemenangann pionnya bukanlah dana yang benar-benar sampai ke tangan sang pion untuk di gunakannya dalam suksesi pemenangannya.
Dana itu tercegat di kantong senior yang kerjanya mirip seperti broker. ah tak tepat dengan istilah broker, tapi mucikari.

Anehnya, cukup banyak mucikari ini muncul. Setiap kongres, wajahnya itu-itu saja. Bertambah pula dengan senior yang muda dan ingin belajar menjadi mucikari. Mucikari ini hidup dari menjualkan harga diri HMI.

Dia akan mencari cabang-cabang yang rela menjual harga dirinya, dengan tiket pulang pergi dan buah tangan, ataupun posisi kekuasaan yang diinginkannya.
Aku tak akan membahas jika urusannya posisi kekuasaan.Itu hal yang positif ku pikir.

Yang merusak dan menggerogoti mental HMI bertahun-tahun adalah menukarkan idealismenya dengan tiket pergi pulang dan buah tangan.
Satu hal yang tak pernah atau mungkin sengaja tak ingin dipikirkan oleh kader-kader yang menerima tawaran itu adalah SUMBER dana tiket itu dari mana?.

Bisa jadi dana itu bersumber dari Korupnya sang Aktor.
Ok...mungkin itu bukan urusan si penerima. Tapi pikirkanlah kemana seharusnya dana itu mengalir.
Mungkin untuk Pak Tani, yang subsidi pupuknya tiba-tiba hilang dari pasaran. Mungkin untuk masyarakat miskin.
Ketika budaya ini di teruskan oleh anak-anak HMI,sesungguhnya mengambil hak yang bukan haknya selayaknya.

Pergi dan pulang kongres adalah tanggung jawab masing-masing cabang. Bukannya mengharapkan bantuan dari kandidat. Apalagi tugas ketua umum yang terpilih.

soal balas jasa adalah dari perbuatannya ke depan.

Jikalah budaya ini diteruskan, hanyalah memperkuat mental-mental pelacur di organisasi Islam ini. kader-kader yang kemudian mendominasi di bagian manapun di Indonesia. Dari petinggi Negara, sampai pengawai golongan terendah, bahkan tukang becak, HMI ada.

Mungkin mental ini pulalah yang membuat alumni HMI banyak yang korup.
mental ini pulalah yang membuat HMI terpecah-pecah dan tak memberi kontribusi ke negara ini kecuali kelihaian kadernya dalam beretorika.

Palembang 2008, bergolak ke medan dan seantero negeri Indonesia. Akankah perubahan yang lebih baik?.

Harap yang usang, semoga sang aktor dan senior mucikari di tendang dari HMI.

Selamat bagi Arif & Sisin!

1 comment:

Anonymous said...

WAHAI KAKANDA PECINTA SEJATI KOHATI
Emang terkadang uang adalah segalanya tapi terkadang susah membedakan mana yang jual suara dan mana yang jual lembaga dan mana yang jual diri demi kepingan uang,kemandirian sudah hilang,dan kerakusan meraja lela,ini semua bukan karna lemah ekonomi,dan tak mampu tapi karna "sok paten" dari pemberi dan penerima..budaya bayar-membayar sudah memudahkan segalanya..nilai idealis,kritis sudah mulai hilang dan muncullah kekuatan2 ekonomi yang dikenal dengan sistem kapitalisme...kongres HMI dalam hipotesa saya kelihatan ajang unjuk kemampuan bagi kader dalam menghimpun suara dan bukan merapatkan shaf atau barisan untuk lebih baik,nyali politik semakin tertantang,kemampuan perdagangan semakin terasah,pengemis semakin bertambah dan penjual semakin melunjak sera penjilat semakin menikmati segalanya..lantas dimanakah kader sejati yang mengaplikasikan tujuan HMI sebagaimana tertulis di konstitusi pasal 4 tersebut.
jawabannya adalah didalam diri dan jiwa setiap kader yang pada dasarnya itu ada dan ternamam ketika ber HMI seperti teorinya TABULARASA.
jadi kakanda tiket adalah idelismenya sebagian dari barisan.

Jejak Kohatiku