Wangi Melati

Saturday, April 12, 2008

Sekretariat HMI, sejarah yang ringkih

Ditengah kesibukanku mempersiapkan Interview peserta Pelatihan Politik Kohati Badko, akhir maret yang lalu, Adik-adik kohati badko memamerkan foto sebuah gedung putih nan megah. Beberapa tampang pengurus Badko HMI Sumut, pamer gigi diantaranya.

"ini sekretariat HMI cabang Padang Kak...keren yah..."
"o ya?...hebat juga ya?, bantuan siapa tuh?". Aku jadi ingat sebelum masuk kesekretariat tadi, aku melewati lubang besar bekas peresmian peletakan batu pertama pembangunan sekretariat.
"Yah sama lah dengan kita ni kak, Bang Bachtiar Hamsyah dan KAHMI Sumbar-nya".
"Wah Sumut ketinggalan dunk ya?, blom dibangun-bangun juga" timpalku.
"Ah gak juga Kak, mereka ini peresmiannya aja sampai 3 kali, kita aja baru satu kali, jadi wajar dunk masih gali pondasi doank". Niar, nyelutuk tapi terkesan menyindir para pemberi bantuan.

Aku mangut-mangut saja....
Sekretariat HMI, seperti jantung aktifitas kader. Hampir seluruh konsep perubahan HMI berawal dari ruang-ruangnya. Tempat belajar dari subuh ke subuh. Tempat mengabdi. Tempat berteduh, selain rumah yang kadang tak seide.
Sekretariat adalah saksi bisu perjalanan sejarah HMI. Tempat banyak orang-orang yang sekarang berjas dan berdasi, pernah tidur di selembar karpet atau pun koran, ditemani nyamuk dan kecoa.
Sekretariat perlahan-lahan beranjak berdandan lebih apik, atau pun berganti-ganti tempat, jika pengurus tak mampu merogoh kocek untuk mencari sekretariat tetap.

Ah....jadi teringat waktu aku berkunjung ke HMI cabang Padang. Tahun 2003, aku Latihan Kader III Badko HMI padang. Usai pelatihan singgah sebentar ke sekretariat HMI cabang Padang.
Saat itu bangunannya jauh dari kemegahan bangunan di foto itu. Sebuah rumah berwarna hijau, beratap genteng, dari jauh saja terlihat ringkih. Pertama kali melihatnya, aku bisa menebak bangunan ini sudah berdiri sejak jaman kemerdekaan.
Oya..saat itu tepat sedang berlangsung Latihan Kader I, aku melihat mereka menggunakan kursi besi...besi tempa. wah...tahan banting benar. Cerdas juga yang membeli kursi itu, sehingga lebih awet dibanding kursi stainless yang sering di pakai di kondangan. ya...memang kurang nyaman lah...tapi cukup menghemat kantong mahasiswa, daripada harus membeli setiap periodesasi baru.
Ternyata Sekretariat itu adalah bangunan sejarah. Konon adalah bekas markas PKI.Setelah PKI diberangus, asetnya di gunakan oleh HMI. Banyak sekretariat HMI cabang lainnya adalah bekas bangunan-bangunan seperti itu.

HMI cabang Surakarta, tak jauh berbeda tampilan bangunannya dengan Sekretariat HMI cabang Padang. Renta, tapi di dalamnya sejuk dan ramah. Ada peraturan saat aku berkunjung itu, ketua umum harus tinggal di sekretariat. Kebetulan ketua umumnya saat itu perempuan. Saat aku berkunjung kesana juga di tahun 2003, rasanya nyaman sekali. Banyak pohon yang rindang. Halamannya juga tempat parkir tukang becak. sayang ku tak sempat menginap barang semalam di rumah tua itu.

Sekretariat HMI cabang Bandung, juga punya sejarah sendiri. Bangunan Belanda juga, dan besar euy...Memiliki 2 ruangan pelatihan. Sewaktu menapaki gedung itu, aku membayangkan Akbar Tanjung dulu juga bergelut peluh di gedung ini.

Kembali ke Sumatera Barat, di Bukittinggi, sekertariatnya, rumah panggung peninggalan Belanda. Tak jauh dari STAI. Lantai rumahnya dari bambu dan sudah bolong-bolong pula. kalau tidak hati-hati, bisa terperosok ke kolong rumah. Tak ada kamar mandi. Anak HMI selalu ke kampus untuk menumpang mandi. Untungnya aku nginap di rumah teman, waktu berkunjung ke Bukittinggi. Jika tidak, pusing juga kalau kebelet tengah malam.

Sekretariat HMI yang juga bersejarah adalah HMI cabang Pematang Siantar di Sumatera Utara. Para alumni HMI yang duduk di MUI, menyediakan ruangan khusus di gedung MUI untuk jadi sekretariat HMI. Letaknya strategis di jantung kota. Masa reformasi tahun 1998, sekretariat ini posko pelarian mahasiswa dari medan yang di kejar-kejar militer. Sekretariat ini salah satu sekretariat yang selalu ramai penghuninya selama 24 jam setelah HMI cabang Medan pada masa itu. Sayangnya, pertarungan politik di HMI juga arogansi alumni, entah bagaimana, mendepak kader HMI dari gedung apik itu. Mereka lalu hengkang ke sebuah panti asuhan di perbatasan kota Siantar. Hidup bersama anak-anak panti. Sambil mengajar anak-anak panti asuhan, mereka sekali-kali meminjam ruang untuk pelatihan. Aku ingat sekali, tak ada WC di Panti asuhan itu. Jika ingin BAB cuma ada sungai kecil di belakangnya. Kebayangkan susahnya kalau menginap disana?. Apalagi Perempuan.

Nah..akhirnya kembali ke HMI cabang Medan. Konon tempat gedung sekretariat ini sekarang berdiri adalah bekas perkuburan Cina. Saat itu, terjadi konflik persoalan tanah, dan HMI salah satunya terlibat di dalamnya. Setelah konflik usai, sebagai ucapan terimakasih, HMI di berikan sepetak tanah, untuk sekretariatnya. Sedikit demi sedikit di bangun. Karena bekas kuburan, masih ada lho mahluk halus yang sekali-kali mengganggu. Namanya melanie....
Dibalik sekretariat tersebut adalah pemukiman yang terkesan kumuh. Masa ku jadi pengurus dulu, mereka selalu di libatkan dalam kegiatan HMI. Jika ada bagi-bagi sembako, Kurban, acara sosial, membuka perpustakaan anak, dll, mereka lah yang kebagian lebih dulu. Masa itu sangat harmonis antara HMI dan penduduk sekitarnya. Kadang malah sekretariat itu di sapu oleh Emak,yang menumpang jualan di pinggir sekretariat kami. Parkirannya, sampai sekarang di pakai pengguna sepeda motor, yang mengurus STNK di Poltabes, sebelah Sekretariat kami.

Apakah keharmonisan itu akan berakhir?
Sebentar lagi, pelan-pelan HMI cabang Medan akan menjulang 3 lantai. Dengan lengkung arcade yang anggun,seperti tampaknya mesjid kebanyakan. Ada juga teras berkanopi, tempat tamu bermobil bisa turun tanpa kehujanan, khas ala bangunan kolonial jaman belanda. Warung Emak, di sisa lahan sekretariat itu akan di gusur. Diganti parkiran mobil para KAHMI yang juga menapakkan sekretariatnya di sekretariat HMI.

Sekarang, HMI cabang Padang sudah berdiri bangunan baru. Tak terlihat sedikitpun bangunan hijau yang tua renta itu. Yang ada bangunan putih dengan pilar besar, seolah meniru gaya romawi. Menjulang 2 lantai, mencolok diantara bangunan sekitarnya yang masih berdinding papan dan atap seng yang sudah berwarna coklat.

Pertanyaan dalam benakku..
1. Akankah adik-adik HMI selanjutnya mengingat, rumah-rumah ringkih itu?
2. Akankah bangunan megah itu membuat mereka lupa pada rumah papan beralas tanah, dan lantai rumah yang berlubang-lubang?

entah kenapa aku pesimis...
tapi ku tetap berdoa...dan berdoa...
semoga darah hijau hitam itu tetap bergolak pada penindasan rakyat. Lawan!

1 comment:

No longer valid said...

Wah, jangan jadi pesimis gituhlah Pera! Sudah hukum alam reformasi. Kantor Sekretariat HMI harus ikut menjulang ditengah rimba beton ke satu masadepan yang penuh asa. Rumah ringkih penuh kenangan itu gak real kok, hanya untuk asupan nostalgia di dalam sanubari sana. Sapa juga kacang yang ingat sama kulitnya? Begitulah hakekat HMI, tetap tegak disegala keadaan. Kita nyanyikan hymne HMI dengan mesra yuk. Meski lupa tapi kangen euy!

Jejak Kohatiku