Wangi Melati

Tuesday, October 11, 2011

Tiga Perempuan Peraih Nobel Perdamaian 2011


TEMPO Interaktif, Oslo - Nobel Perdamaian 2011 menjadi milik tiga perempuan, yakni Presiden Liberia, Ellen Johnson-Sirleaf; aktivis Liberia, Leymah Gbowee; dan pemimpin oposisi Yaman dari Partai Islah, Tawakkul Karman. Ketiganya mendapat penghargaan karena perjuangan tanpa kekerasan untuk keamanan dan hak-hak perempuan demi terciptanya perdamaian.

"Kita tidak dapat mencapai demokrasi dan perdamaian yang langgeng jika perempuan tidak menerima kesempatan yang sama dengan pria untuk mempengaruhi pembangunan dalam setiap level masyarakat," ujar Ketua Komite Nobel Norwegia Thorbjoern Jagland dalam pengumumannya, Jumat, 7 Oktober 2011.

Sirleaf adalah presiden perempuan Liberia pertama sekaligus presiden perempuan pertama di Benua Afrika. Perempuan 72 tahun yang pernah mengenyam pelatihan di Universitas Harvard ini terpilih menjadi presiden sejak 2005.

Sirleaf kini berjuang membangun negara yang baru saja terbebas dari perang sipil selama 14 tahun dan berjuang untuk pemilihan presiden kedua kalinya. Pencalonannya kembali sebenarnya menuai kritik karena melawan janjinya dalam pemilihan 2005. Perempuan kelahiran 29 Oktober 1938 ini berjanji hanya akan memimpin satu kali.

Gbowee adalah aktivis perdamaian yang menjadi kunci dalam berakhirnya perang sipil Liberia. Pekerja sosial dan konselor trauma ini mengelola Organisasi Aksi Massa Perempuan Liberia untuk perdamaian. Grup ini salah satu alat pencipta perdamaian Liberia pada 2003 lalu.

Karman, 32 tahun, adalah aktivis Yaman yang paling vokal menyuarakan protes terhadap pemerintah. Jurnalis dan aktivis hak asasi manusia ini terpaksa menjalani kerja sosial akibat menjadi tahanan politik. Ia acap menerima ancaman pembunuhan. Aktivitasnya termasuk luar biasa untuk ukuran Yaman yang patriarki dan konservatif. Ibu tiga anak ini masuk dalam kategori penerima Nobel termuda.

Hingga saat ini, sudah 12 perempuan yang mendapat Nobel Perdamaian. Di antaranya Bunda Teresa, Jane Addams, Wangari Maathai, dan Aung San Suu kyi.

No comments:

Jejak Kohatiku