Wangi Melati

Wednesday, June 27, 2007

Malahayati, Cut Nyak Dhien dan Inong Balee

Seminggu lebih menikmati angin pantai Meulaboh, hijau hutannya, subur tanahnya, nikmat dan harum kopinya. rasanya tak sabar merekamnya dalam untaian kata.

Nah entah kenapa atau memang sudah kebiasaanku mulai mengamati lingkungan sosial dari permasalahan perempuan dahulu.
Maka mulailah aku memotret perempuan aceh. Bukan memotret kecantikannya...tp kecantikan sejarahnya.

begini...

Teringat aku nama Malahayati, Cut Nyak Dhien dan Inong Balee.
Tiga Tokoh dan ikon perempuan aceh. Malahayati sang pelaut perempuan yang tangguh, Cut Nyak Dhien, pejuang pantang menyerah, dan inong balee... janda2 yang berani terjun ke medan perang. Perempuan-perempuan ini meng"abadi". Dikagumi atas keberaniannya, mungkin karena kaum hawa terlanjur di pandang penakut, cengeng dan pasif.
tapi perempuan2 aceh ini.....agresif, dan menyerang!.

(Sedikit membandingkan dengan suku ku sendiri. Batak!. sumpah aku iri....
karena perempuan Batak tak ada yang sepopuler mereka. walapun ketidakpopuleran perempuan batak tak secuilpun mengurangi rasa hormatku pada Ibu dan opung2 boru ku...he...he)

Hmmmm....
eits... tapi ada yang aneh dengan perempuan aceh sekarang ini.
sebentar kubalik dulu lembar sejarah yang terdekat....

ah..ya... ini dia...
Momentum perjanjian damai Aceh dan Indonesia!

Lho?! mana perempuan Aceh?
what up Gals?
ada apa?

kebetulan ku baca Koran serambi, pada sebuah cuplikan wawancara dengan Syarifah...(ah aku lupa nama lengkapnya, tapi aku pernah ketemu di Lhoksumawe dulu, ternyata masih jd aktivis ampe sekarang). Syarifah mengakui bahwa tingkat peran perempuan aceh pada perjuangan damai sangat rendah....

nah lo....

Teringat aku ketika pertemuan masyarat Aceh/calon pemilik rumah yang akan dibangunkan rumah oleh yayasan tempat aku bekerja. Perempuan2nya cerdas dan objektif. dengan lugu bertanya tentang gambar desain rumah dan aturan main pelaksanaan pembangunan yang partsipatif terhadap masyarakat. Tiba-tiba mereka dibungkam oleh seorang lelaki yang sepetinya disegani di desa tersebut. Lelaki itu nyeletuk keras dalam bahasa aceh bercampur bahasa Indonesia. sepatah-patah kutangkap maksudnya. yang jelas kudengar dia bilang, " perempuan tak usah didengarkan bicaranya, nanti bisa-bisa kita masuk neraka!"
heh!?kejam amat sih...pikirku saat itu. dan memang perempuan2 itu tak banyak bicara lagi setelah itu.

o..o..oh..
jika bicara saja dilarang , Mungkinkah akan ada Cut Nyak Dhien, Malahayati dan Inong Balee, para pejuang aceh damai ?

No comments:

Jejak Kohatiku